Zaman dulu, para wanita selalu merasa sakit saat akan melahirkan. Keadaan yang kurang adil ini kemudian berubah setelah kejadian berikut ini:
Para wanita secara bersama-sama memohon kepada dewa agar ditegakkan keadilan, yaitu supaya kaum lelakilah sebagai penyebab yang seharusnya menderita sakit dikala sang isteri melahirkan.
Ternyata petisi ini dikabulkan, sehingga sejak saat itu apabila seorang isteri melahirkan, maka dengan mudah dan santai penuh perasaan ia dapat melahirkan anaknya sehingga hal ini sangat membantu ilmu kedokteran dalam menekan resiko melahirkan.
Di samping itu secara mengenaskan sang suami yang mendampinginya di luar menggeliat-geliat serta meraung-raung kesakitan demi keselamatan sang isteri yang melahirkan. Para lelaki menganggap hal ini biasa, karena ini termasuk akan
menambah bintang kepahlawanan pria dalam rumah tangga.
Tetapi, keadaan ini berubah sejak peristiwa dibawah ini:
Suatu waktu seorang wanita dari kalangan terkemuka di suatu kampung akan melahirkan. Paras anak keluarga dan para tetangganya sekampung ikut mengantarkan kelahiran ini dengan ikut menunggu di luar.
Sang suami telah disediakan tempat tidur di samping sang isteri, lengkap dengan segala peralatan untuk mengantisipasi segala kemungkinan penderitaanya. Saat melahirkan terjadi, sang istri dengan tenang penuh kasih sayang menjalankan kelahiran yang mulus ini. Tetapi, sang suami yang dengan tegang menunggu datangnya penderitaan tetap saja tidak bergeming sampai terdengar pekikan sang anak.
Yang sangat mengejutkan ternyata di luar terlihat kehebohan, ternyata Bapak Kepala Desa (Kades) berguling-guling serta berteriak-teriak kesakitan.
Semua khalayak terdiam sejenak, secara serentak semua ibu-ibu yang berada di sekitar itu secara diam-diam dan bersungguh-sungguh berdoa kepada dewa:
"Biarlah semua penderitaan ini kami lah yang menanggung asalkan semua rahasia tetap menjadi milik kami!"
Sumber Hukum Internasional
11 tahun yang lalu