(
Cerpen) “Fakultas teknik jurusan elektro”, inilah pilihanku di Universitas Widyagama Malang setelah lulus di SMKN 5 Malang jurusan design tahun 2012. Di titik ini aku merasa harus merubah segala hal, seperti kebiasaan, cara berfikir dan tentunya juga cinta. Seperti universitas pada umumnya, sebelum menjalani proses belajar mengajar aku harus melewati masa yang menurutku membosankan banget, yaitu orientasi pengenalan kampus yang sering disebut ospek. Di hari pertama ospek, aku merasa biasa-biasa saja dan tak banyak orang yang kukenal, hanya beberapa orang yang kutemui dan kuajak kenalan. Aku yang berbadan kurus dan tinggi ini memang dikenal dengan sifatku yang ramah dan mau berteman dengan siapapun. Di hari kedua tetap kulalui dengan biasa-biasa saja, tak ada yang spesial menurutku, seperti orientasi-orientasi sebelumnya seperti di sekolah dulu, dan aku mulai bosan dengan kegiatan ini.
Tetapi pada hari ketiga ospek, tepatnya hari Senin aku berangkat seperti biasa mengenakan kemeja putih dan celana kain hitam. Pada hari yang cerah ini aku tidak pernah menyangka akan bertemu dengan seseorang yang mungkin tidak akan aku lupakan seumur hidup.
Langit yang terang dan sedikit berawan menghiasi pembagian kelompok ospek oleh panitia, begitu pula denganku yang masuk kelompok 1 ‘Majapahit’. Memang dalam ospek ini para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok yang dianamai dengan nama-nama kerajaan yang pernah ada di Indonesia. Ya menurutku memang tujuan mereka memberi nama kerajaan seperti itu mungkin agar kita tidak lupa dengan kerajaan yang pernah Berjaya di Indonesia.
Selanjutnya aku dan teman-teman sekelompokku menuju ruangan yang telah ditentukan oleh panitia ospek. Setelah di ruangan, kami mulai memperkenalkan diri satu-persatu. Ketika giliranku memperkenalkan diri, aku sih biasa saja soalnya memang aku orangnya santai. Setelah dipersilahkan saling ngobrol dan kenalan, kami diberi pembekalan oleh kakak pendamping ospek untuk dipersiapkan dan dibawa pada keesokan hari.
Setelah disepakati untuk mengerjakan tugas itu pada jam 3 sore, kami pun pulang dan kembali ke kampus sekitar jam 3 sore untuk mengerjakan pembekalan bersama teman satu kelompok. Dari sinilah aku mulai banyak mengenal teman-teman baru dan ternyata mereka cukup asik untuk diajak bercanda dan mengobrol tentang hal-hal ringan.
Suasana kampus di sore hari terasa begitu indah. Ketika kami sedang membuat tas dari kardus, ada satu kejadian yang tak terlupakan ketika itu. Ada seorang teman cewek satu kelompokku yang menurutku ‘sempurna’ buatku. Dia tiba-tiba menghampiriku dan berkata “aku boleh duduk sini gak?”. Aku terpana sejenak, kebetulan tempat duduk disampingku kosong dan tanpa berfikir panjang aku langsung mempersilahkan dia duduk “oh, boleh kok”. Itulah momen pertama kali aku melihatnya, entah belum kenal siapa namanya karena mungkin aku kurang memperhatikan ketika dia memperkenalkan diri di dalam kelas tadi.
Ketika itu tugas kami adalah untuk membuat tas yang terbuat dari kardus. Ketika aku dan teman-teman telah selesai membuat tas kardus, aku pun beranjak mau pulang. Tetapi aku melihat cewek tadi merasa kebingungan mencari sesuatu, aku pun bertanya “loh kamu nyari apa ?”, dengan wajah yang kebingungan dan masih tetap sibuk dengan pencariannya, dia menjawab “tas buatanku tadi hilang”. Akhirnya aku pun rela untuk membuatkannya tas baru, pikirku sekalian kenalan juga dengan dia. Selama proses pembuatan tas dia, entah karena grogi atau apa, aku masih belum bisa mengucapkan kata-kata untuk menanyakan namanya.
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, dia bilang harus segera pulang karena takut kalau pulang terlalu larut malam.
Dia bingung dan bertanya kepadaku “tapi tasnya belum selesai nih, gimana ya?”
“gak apa-apa kok, ini juga uda hampir selesai, kamu pulang aja duluan ntar aku lanjutin dirumah, emang rumah kamu dimana?”
“daerah polowijen”
“ohh deket sini aja kok hehe, yauda hati-hati ya”
“yauda makasih ya, aku pulang duluan”
Lalu dia izin untuk pulang kepada kakak pendamping ospek.
Keesokan harinya, aku seperti memiliki semangat baru untuk berangkat ospek, tetapi saking bersemangatnya aku sampai lupa memakai kaos kaki panjang, alhasil saya dihukum maju kedepan, dan betapa malunya aku ketika dia melihat aku dihukum. Tetapi hal ini juga memberikan pelajaran buatku untuk mempersiapkan segala hal dengan sebaik mungkin. Hari ini pun menjadi hari yang cukup melelahkan karena harus pulang sore, tetapi hal itu menjadi gak terasa karena aku juga seru-seruan dengan teman-teman sekelompok, ditambah lagi setiap kali melihat senyumnya yang manis membuatku lupa akan lelahku hari ini.
Sesampainya dirumah, aku pun bertekad untuk bisa mengetahui namanya dan mengenal dirinya, padahal hampir semua orang di kelompokku sudah kukenal baik. Keesokan harinya, aku masih tetap belum bisa untuk mengajak dia kenalan, karena momen yang belum tepat maupun karena diriku yang masih gugup untuk melontarkan kata-kata didepannya. Seperti biasa, hari ini pun pulang tanpa mengetahui namanya. Meskipun penasaran tetapi aku tidak bertanya pada teman-teman untuk menanyakan namanya, karena aku harus mengetahui namanya dari dia sendiri.
Angin yang berhembus di Kamis pagi ini seakan membisikkanku agar tidak menyerah untuknya, kicauan burung yang merdu seakan sedikit menenangkan hatiku yang lagi gelisah ini. Berangkatlah aku ospek hari ini dengan pikiran yang terus terbayang wajahnya yang bahkan namanya saja aku belum tahu. Dalam suatu rangkaian ospek, kami para mahasiswa baru berkumpul di dalam auditorium untuk mendengar penjelasan dari para pengisi acara. Sambil menunggu pemateri yang belum datang, aku mencorat-coret binderku. Kaget bercampur senang, tiba-tiba si dia duduk di sebelahku, dan dia langsung mengambil binderku,
“boleh gak aku corat-coret juga?”,
aku masih kaget, dambil melihat wajahnya aku menjawab “boleh kok”.
Aku sedikit mengintip apa yang dia tulis, ternyata dia menulis nama, fakultas, jurusan, nim, alamat facebooknya, twitternya juga. Inilah yang kusebut ikan mendatangi kail, tanpa aku bertanya nama dan identitas lainnya. Setelah dia selesai menulis di binderku, dia serahkan kembali kepadaku dan bilang terimakasih. Ternyata nama dia adalah Nadhya Nabilla, dia anak Fakultas Hukum. ‘Dyak’ itulah nama panggilannya yang juga ditulis di kertas itu. Sampai sekarang kertas binder itu masih aku simpan dengan baik, karena nama itulah yang masih melekat dihatiku sampai sekarang.
Setelah perkenalan itu ternyata bayangan dia benar-benar tak bisa lepas dari benakku, apakah aku jatuh cinta atau hanya sekedar mengaguminya saja? Entahlah.
Tidak seperti biasanya, di hari terakhir ospek ini kami pulang lebih awal karena harus mempersiapkan untuk malam innagurasi. Ketika kelompok kami sedang sibuk mempersiapkan untuk tampil nanti malam, ada satu hal yang menyita perhatianku, yaitu melihat Nadhya yang biasanya ceria tiba-tiba terlihat murung.
“Kenapa nad ?” sapaku
“aku nanti malam gak bisa dateng deh kayaknya” jawabnya dengan wajah tak semangat.
“loh kenapa? Padahal acara nanti malam itukan kita bisa seru-seruan bareng”
“aku gak boleh keluar malam, ridho”
“kan ada kak Fani, bisa bareng kan berangkatnya” (kak Fani adalah kakak kandung dia yang ketika itu jadi salah satu panitia ospek)
“iya sih, yaudah aku usahain buat dateng ntar malem, makasih ya ridho” sambil tersirat senyum dari wajahnya
“nah gitu dong senyum, yauda aku balik dulu mau nyiapin buat ntar malem”
“eh, tunggu dulu ridho, foto bareng yuk sama aku”
“hah? Foto bareng? Yauda pakai HP ku aja ya”
Entah bagaimana perasaanku saat itu, tak pernah kurasa sebahagia seperti saat itu. Tetapi pas kita berdua mau foto ternyata ada beberapa teman-teman yang mau ikut foto juga dibelakang kami.
Ketika malam inagurasi yang bertemakan standing party, aku mencoba untuk memakai pakaian yang spesial agar bisa ‘looking good’ dihadapan Nadhya. Tampak dia mengenakan busana yang sangat anggun dan kelihatan lebih cantik daripada ketika ospek, yah memang waktu ospek kan pakaian kita diatur agar kelihatan cupu.
Melihat aksi panggung dari temen-temen kelompok lain, aku sempatkan untuk mengobrol dengan dia, meskipun basa-basi aja sih yang kita omongin, tapi kelihatan bahwa dia tertarik dengan pembicaraanku. Mungkin karena capek atau ngantuk, tanpa meminta izin atau ngomong sekalipun dia tiba-tiba menyandarkan kepalanya dipundakku yang daritadi duduk disampingnya. Lagi-lagi hatiku berdegup kencang dibuatnya. Ketika giliran kelompok kita perform, dia menggandeng tanganku hingga keatas panggung, lalu kita menyanyikan lagu dari Peterpan yang judulnya ‘Semua Tentang Kita’. Hatiku merasa bahagia sepanjang malam itu, dan akupun semakin yakin untuk menambatkan hatiku kepadanya.
Meskipun ospek ku telah usai, tetapi kelompok ku masih sering ngumpul dan maen bareng. Sekali waktu kami ngumpul di depan kost Vika yang juga teman kelompok ospek ku, ketika itu ada Nadhya juga yang ikut nongkrong. Kami pun sempat ngobrol saling cerita berbagai hal panjang lebar. Setelah bosen cerita-cerita, dia ngajak aku foto bareng yang katanya mau dikirimkan ke Mama nya yang ada di Bali. Wah ini belum-belum sudah dikenalkan ke orang tuanya, batinku. Hasrat untuk memiliki Nadhya semakin tak terbendung, aku cerita ke teman-teman dekatku tentang perasaanku ini. Ternyata aku juga banyak saingan, tetapi juga tidak sedikit teman-teman yang mendukungku untuk bisa jadi pacarnya.
Banyak dorongan dari teman-teman buat aku untuk segera nembak dia agar gak keduluan orang lain. Akhirnya kuberanikan diriku untuk menyatakan cinta kepadanya. Aku masih ingat ketika itu Jum’at pagi tangga 21 September 2012 bermula ketika kami mau masuk ke kelas yang sama, lalu kugandeng tangannya hingga depan kelas. Ini pengalaman pertamaku untuk nembak cewek, aku pun tanpa basa-basi langsung menyatakan perasaanku kepadanya.
“Nad, kamu mau gak jadi pacarku?”
Dia diam sejenak lalu mengatakan “Ridho, aku kan masih belum mengenal kamu secara keseluruhan, begitu pula kamu juga yang belum mengenal aku”
“tapi kann...”
“aku gak mau kalau nantinya dalam hubungan kita ada perbedaan. Tapi suatu saat nanti kita akan bersama kok”, sambil melempar senyum sebagai pesan aku gak boleh sedih.
Meski dia mengatakan seperti itu, mungkin cintaku ini ditolak secara halus. Seketika itu hatiku pun pecah berkeping-keping, dan aku pun balik tersenyum kepadanya lantas melepas gandengan tanganku untuk masuk ke dalam kelas. Dan hari-hariku berjalan seperti biasa setelah kejadian itu, meskipun nama Nadhya masih belum bisa kuhapus dari hatiku.
Suatu ketika aku sedang berjalan menuju kantin, dan aku ketemu dia disana sedang ngobrol dengan teman-temannya. Wajahku memerah dan akupun langsung berbalik badan untuk pergi, ternyata Nadhya tau kehadiranku.
“loh, Ridho mau kemana?” ucap dia bingung melihat aku membalikkan badan menghindari dirinya.
“oh, aku pulang dulu, ada keperluan sebentar” lantas aku jalan menghilang dari pandangannya. Sebenarnya ketika itu aku berbohong kepadanya, aku hanya malu untuk ketemu dia.
“kamu gak boleh seperti ini terus, kamu harus bisa terbiasa dengannya meski itu berat untukmu” itulah yang diucapkan temanku ketika aku ceritakan semua kejadian sebelum-sebelumnya. Aku pun mulai bisa terbiasa dan kembali bisa berkomunikasi baik dengan Nadhya. Di hari-hari selanjutnya kami kembali bisa nongkrong bareng, bercanda bareng, dan bisa ketawa bareng.
Seperti biasa, kelompok kami yang tak terpisahkan ini kembali nongkrong di kantin. Bahkan sampai sore kami masih belum beranjak dari obrolan-obrolan kami. Nadhya yang sedang ngobrol denganku pun tiba-tiba disuruh pulang oleh tantenya.
“Ridho, aku pulang duluan ya, uda sore aku disuruh pulang”
“yauda hati-hati ya nad, jangan ngebut-ngebut” jawabku sambil mencium tangannya. Gila, dia membalas senyuman yang berarti aku diperbolehkan melakukan hal ini. Kami pun berlanjut dengan SMSan tiap hari. Setelah saat itu kami sudah jarang nongkrong bareng lagi, mungkin sudah disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Tetapi kami masih sering SMSan hampir tiap hari.
Entah apakah ada yang salah dengan kata-kataku ketika SMS dia, tiba-tiba dia marah kepadaku. Hingga beberapa hari aku mencoba untuk meminta maaf kepadanya lewat SMS, maupun lewat pesan di Facebook. Akhirnya dia memaafkanku tetapi dengan beberapa syarat. Aku harus meng-upload di Facebook foto kita berdua saat pertama kali, dan selama 2 minggu aku harus bangunin dia pada dini hari untuk Sholat Tahajud.
Dengan berharap maafnya, aku pun melakukan semua persyaratannya yaitu meng-upload foto dan membangunkannya sekitar jam 2 dini hari selama 2 minggu. Tetapi mengapa dia masih marah kepadaku ?
Aku tak kehilangan akal untuk mendapatkan maafnya, aku pergi ke tempat magangku dulu ketika masih SMK yaitu di tempat kerajinan keramik Dinoyo. Aku membuatkan gelas yang terbuat dari keramik atau yang biasa dikenal dengan sebutan mug yang bertuliskan namaku dan namanya. Gelas itu aku berikan sebagai hadiah juga sebagai tanda maafku kepadanya. Tetapi mengapa dia masih juga marah kepadaku? Entahlah.
Kami sudah tidak pernah lagi ngobrol-ngobrol seperti dulu, bahkan untuk ketemu pun kami sudah jarnag sekali. Kami sempat bertemu di kantin saat itu, moment ketemu dia yang sekarang langka sekali akan aku manfaatkan sebaik mungkin. Tetapi ketika aku lihat dia, dia sedang duduk berduaan dengan cowok lain, teman-temanku sih bilang bawha dia adalah hanya teman satu fakultasnya. Lantas aku pun dibuat jealous olehnya, ditambah lagi sorak sorai temen-temenku yang seakan tambah membuat hatiku panas.
Sampai berbulan-bulan kami masih saja marahan, meski kami berada dalam satu anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Wiga FM, yaitu UKM radio di kampus kami, tetap saja kami jarang untuk bertegur sapa. Puncaknya ketika sehabis kuliah, aku langsung menuju ke studio radio dan ternyata disana sudah ada dia yang sedang siaran. Dengan seketika dia yang melihatku datang, lantas dengan bergegas dia langsung keluar dan meninggalkan studio dengan wajah bencinya diarahkan kepadaku. Dalam hatipun aku berkata, “apa salahku kok sampai dia sebegitu bencinya kepadaku”.
Beberapa minggu kemudian terdengar kabar bahwa Nadhya akan berhenti kuliah untuk menggapai cita-citanya yaitu sebagai seorang Polisi Wanita. Tepatnya setelah menyelesaikan semester 1 dia langsung terbang ke Pontianak untuk mengikuti pelatihan sebagai polisi disana dikarenakan ada pamannya di kota itu yang merekomendasikan untuk mengikuti pelatihan di kota tersebut.
Kami sudah tidak lagi bertukar kabar, aku hanya bisa titip salam lewat teman-temannya yang masih menjalin komunikasi dengannya. Aku hanya bisa berdo’a agar dia lolos dalam seleksi dan menggapai cita-citanya sebagai polisi. Beberapa saat berlalu, terdengar kabar bahwa dia lolos seleksi disana dan menjalani pendidikan kepolisian dia Kota Semarang. Aku pun mengucapkan selamat ke dia lewat pesan di Twitter dan dia membalasnya dengan ucapan terimakasih. Hal seperti itu saja sudah bisa membuat hatiku senang. Pada akhir tahun 2013 dia cuti, aku mencoba menghubunginya lewat Blackberry Messenger (BBM), meski aku waktu itu aku hanya bisa meminjam BBM temenku untuk berkomunikasi sengan dia, maklum ketika itu aku masih belum punya BBM sendiri. Meski dalam chat BBM itu dia balesnya singkat-singkat, tetapi itupun sudah membuatku senang karena mengetahui kabarnya. Sampai sekarang kami masih berkomunikasi lewat pesan di Twitter, meski balesannya menunggu waktu yang cukup lama.
Muncul pertanyaan dibenakku, apakah dia masih marah kepadaku? Saat ini aku masih menunggu sekitar 2-3 tahun lagi untuk bertemu dengannya. Aku masih menunggumu Nadhya, hati ini masih tetap untukmu meski banyak hal yang menghalangi. Karena aku hanya bisa berharap dan berdo’a agar kamu disana baik-baik saja dan selalu dalam perlindungan-Nya.
-----------
Based from True Story
Ridho Zulkifli Dharmawan
Edited by Deniz